Kamis, 03 November 2011

pencemaran udara karna daur ulang sampah




Bab 1
Pendahuluan

I. PENDAHULUAN
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah.  Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan.   Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungan pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan  berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah dapat digolongkan menjadi: 1) sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan lain-lain; 2) sampah yang tidak mudah membusuk seperti plastik, kertas, karet, logam, sisa bahan bangunan dan lain-lain; 3) sampah yang berupa debu/abu; dan 4) sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari industri dan rumah sakit yang mengandung zat-zat kimia dan agen penyakit yang berbahaya.
Untuk mewujudkan kota bersih dan hijau, pemerintah telah mencanangkan berbagai program yang pada dasarnya bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sampah. Program Adipura misalnya pada tahun 2007 telah mampu mengantarkan Provinsi Bali menjadi Provinsi Adipura karena semua kabupaten dan kota di Bali telah berhasil mendapatkan Anugerah Adipura. Walaupun telah mendapat adipura bukan berarti tidak terdapat permasalahan sampah, Apresiasi pemerintah dan masyarakat selalu dituntut untuk melakukan pengelolaan sampah sehingga pada gilirannya sampah dapat diolah secara mandiri dan menjadi sumberdaya. Mencermati penomena di atas maka sangat diperlukan model pengelolaan sampah yang baik dan tepat dalam upaya mewujudkan perkotaan dan perdesaan yang  bersih dan hijau di Provinsi Bali.
II. FAKTOR  YANG BERPENGARUH  DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Dari sudut pandang kesehatan lingkungan,  pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut  tidak menjadi media berkembang biaknya  bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluasnya  suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan yang lainnya ( Aswar, 1986).
Meningkatnya volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat urban dapat disaksikan dari Kota  Denpasar, yaitu pada tahun 2002 rata-rata produksi sampah sekitar 2.114 m3/hari yang bersumber dari sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik. Dalam jangka waktu 4 tahun, yaitu tahun 2006, jumlah produksi sampah telah meningkat menjadi 2.200 m3/hari (Tim Kota  Sanitasi Kota Denpasar, 2007). Sementara itu, rendahnya pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi suatu permasalahan yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan lingkungan bersih dan sehat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya:
1.      sosial politik, yang menyangkut kepedulian dan komitment pemerintah dalam menentukan anggaran APBD untuk pengelolaan lingkungan (sampah), membuat keputusan publik dalam pengelolaan sampah serta  upaya pendidikan, penyuluhan dan latihan keterampilan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan  sampah.
2.       Aspek Sosial Demografi yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan pariwisata, pasar dan pertokoan, dan kegiatan rumah tangga,
3.       Sosial Budaya yang menyangkut  keberadaan dan interaksi antarlembaga desa/adat, aturan adat (awig-awig), kegiatan ritual (upacara adat/keagamaan), nilai struktur ruang Tri Mandala,  jiwa pengabdian sosial yang tulus, sikap mental dan perilaku warga yang apatis.
4.       keberadan lahan untuk tempat penampungan sampah,
5.       finansial (keuangan),
6.       keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan 7
7.       kordinasi antarlembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah lingkungan (sampah).
Pengelolaan sampah perkotaan juga memiliki faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Menurut hasil penelitian Nitikesari (2005) faktor-faktor tersebut di antaranya adalah tingkat pendidikan, penempatan tempat sampah di dalam rumah, keberadaan pemulung, adanya aksi kebersihan, adanya peraturan tentang persampahan dan penegakan hukumnya. Tingkat partisipasi masyarakat perkotaan (Kota Denpasar) dalam menangani sampah secara mandiri masih dalam katagori sedang sampai rendah, masyarakat masih enggan melakukan pemilahan sampah.
Sampah semakin hari semakin sulit dikelola, sehingga disamping kesadaran dan partisipasi masyarakat, pengembangan teknologi dan model pengelolaan sampah merupakan usaha alternatif untuk memelihara lingkungan yang sehat dan bersih serta dapat memberikan manfaat lain.
III. KONDISI  PENGELOLAAN SAMPAH  SAAT INI
Berdasarkan data SLHD Bali (2005) tampak bahwa pada saat ini sampah sulit dikelola karena berbagai hal, antara lain:
a.    Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memahami porsoalan sampah,
b.    Menigkatnya tingkat hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang sampah
c.    Meningkatnya biaya operasional  pengelolaan sampah
d.    Pengelolaan sampah yang tidak efisien dan tidak benar menimbulkan permasalahan pencemaran udara, tanah, dan air serta menurunnya estetika
e.    Ketidakmampuan memelihara barang, mutu produk teknologi yang rendah akan mempercepat menjadi sampah.
f.     Semakin sulitnya mendapat lahan sebagai tempat pembuangan ahir sampah.
g.    Semakin banyaknya masyarakat yang keberatan bahwa daerahnya dipakai tempat pembuangan sampah.
h.    Sulitnya menyimpan sampah yang cepat busuk, karena cuaca yang panas.
i.      Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan memelihara kebersihan.
j.      Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah dikelola oleh pemerintah.
Penanganan sampah yang telah dilakukan adalah pengumpulan sampah dari sumber-sumbernya, seperti dari masyarakat (rumah tangga) dan tempat-tempat umum yang dikumpulkan di TPS yang telah disediakan. Selanjutnya diangkut dengan truk yang telah dilengkapi jarring   ke TPA.  Bagi daerah-daerah yang belum mendapat pelayanan pengangkutan mengingat sarana dan prasara yang terbatas telah dilakukan pengelolaan sampah secara swakelola dengan beberapa jenis bantuan fasilitas pengangkutan.  Bagi  Usaha atau kegiatan yang menghasilkan sampah lebih dari 1 m3/hari diangkut sendiri oleh pengusaha atau bekerjasama dengan pihak lainnya seperti desa/kelurahan atau pihak swasta. Penanganan sampah dari sumber-sumber sampah  dengan cara tersebut cukup efektif.
Beberapa usaha yang telah berlangsung di TPA untuk mengurangi volume sampah, seperti telah dilakukan pemilahan oleh pemulung untuk sampah yang dapat didaur ulang.  Ini ternyata sebagai matapencaharian untuk mendapatkan penghasilan.  Terhadap sampah yang mudah busuk telah dilakukan usaha pengomposan.  Namun usaha tersebut masih menyisakan sampah yang harus dikelola yang memerlukan biaya yang tinggi dan lahan luas. Penanganan sisa sampah di TPA sampai saat ini masih dengan cara pembakaran baik dengan insenerator  atau pembakaran di tempat terbuka  dan open dumping dengan pembusukan secara alami.  Hal ini menimbulkan permasalahan baru bagi lingkungan, yaitu pencemaran tanah, air, dan udara.
Pengelolaan sampah dimasa yang akan datang perlu memperhatikan berbagai hal seperti:
1.    Penyusunan Peraturan daerah (Perda)  tentang  pemilahan sampah
2.    Sosialisasi pembentukan kawasan bebas sampah, seperti misalnya  tempat-tempat wisata, pasar, terminal, jalan-jalan protokol, kelurahan, dan lain sebagainya
3.    Penetapan peringkat kebersihan bagi kawasan-kawasan umum
4.    Memberikan tekanan kepada para produsen barang-barang dan konsumen untuk berpola produksi dan konsumsi yang lebih ramah lingkungan
5.    Memberikan tekanan kepada produsen untuk bersedia  menarik (membeli) kembali dari masyarakat atas kemasan produk yang dijualnya, seperti bungkusan plastik, botol, alluminium foil, dan lain lain.
6.    Peningkatan peran masyarakat melalui pengelolaan sampah sekala kecil, bisa dimulai dari tingkat desa/kelurahan ataupun kecamatan, termasuk dalam hal penggunaan teknologi daur ulang, komposting, dan penggunaan incenerator.
7.    Peningkatan efektivitas fungsi dari TPA
8.    Mendorong transformasi (pergeseran) pola konsumsi masyarakat untuk lebih menyukai produk-produk yang berasal dari daur ulang.
9.    Pengelolaan sampah dan limbah secara terpadu
10.  Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di pusat maupun daerah, LSM, Perguruan Tinggi untuk peningkatan kapasitas pengelolan limbah perkotaan
11.  Melakukan evaluasi dan monitoring permasalahan persampahan dan pengelolaannya, kondisi TPA dari aspek lingkungan, pengembangan penerapan teknologi yang ramah lingkungan
12.  Optimalisasi pendanaan dalam pengelolaan sampah perkotaan, pengembangan sistem pendanaan pengelolaan sampah
13.  Konsistensi pelaksanaan peraturan perundangan tentang persampahan dan lingkungan hidup.
14.  Meningkatkan usaha swakelola penanganan sampah terutama sampah yang mudah terurai ditingkat desa/kelurahan
15.  Memberikan fasilitasi, dorongan, pendampingan/advokasi kepada masyarakat dalam upaya meningkatkan pengelolaan sampah.
Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah melakukan kerjasama dalam usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang berorientasi pada teknologi. Pengelolaan sampah dengan pendekatan teknologi diharapkan penanganan sampah lebih cepat, efektif dan efisien serta dapat memberikan manfaat lain.
IV. MODEL PENGELOLAAN MASALAH SAMPAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN
Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada  Pasal 5  UU Pengelolan Lingkungan Hidup No.23 Th.1997, bahwa masyarakat berhak atas  Lingkungan  hidup yang baik dan sehat. Untuk mendapatkan  hak tersebut,  pada Pasal 6 dinyatakan  bahwa masyarakat  dan pengusaha  berkewajiban untuk berpartisipasi dalam memelihara kelestarian fungsi lingkungan, mencegah dan  menaggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan.  Terkait dengan ketentuan tersebut, dalam UU NO. 18 Tahun 2008 secara eksplisit juga dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban dalam pengelolaan sampah. Dalam hal pengelolaan sampah pasal 12 dinyatakan, setiap orang wajib mengurangi dan menangani sampah  dengan cara berwawasan lingkungan. Masyarakat juga dinyatakan berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, pengelolaan dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah. Tata cara partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan tatanan sosial  budaya daerah masing-masing. Berangkat dari ketentuan tersebut, tentu menjadi kewajiban dan hak setiap orang  baik secara individu maupun secara kolektif, demikian pula kelompok  masyarakat pengusaha dan komponen masyarakat lain untuk berpartisipasi dalam  pengelolaan sampah  dalam upaya untuk menciptakan lingkungan perkotaan dan perdesaan yang baik,  bersih, dan sehat.
Beberapa pendekatan dan teknologi pengelolaan dan pengolahan sampah yang telah dilaksanakan antara lain adalah:
1.  Teknologi Komposting
Pengomposan adalah salah satu cara pengolahan sampah, merupakan proses dekomposisi dan stabilisasi bahan secara biologis dengan produk akhir yang cukup stabil untuk digunakan di lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan (Haug, 1980). Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2008) menemukan bahwa pengomposan dengan menggunakan metode yang lebih modern (aerasi) mampu menghasilkan kompos yang memiliki butiran lebih halus, kandungan C, N, P, K  lebih tinggi dan pH, C/N rasio, dan kandungan Colform yang lebih rendah dibandingkan dengan pengomposan secara konvensional.
2. Teknologi Pembuatan Pupuk Kascing

3. Pengolahan sampah menjadi listrik.
Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah melakukan kerjasama dalam usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang berorientasi pada teknologi dalam suatu Badan Bersama yaitu SARBAGITA.   Teknologi yang direncanakan yaitu teknologi GALFAD (gasifikasi landfill dan anaerobic digestion). Pengelolaan sampah dengan pendekatan teknologi diharapkan penanganan sampah lebih cepat, efektif dan efisien serta dapat memberikan manfaat lain.
4. Pengelolaan sampah mandiri.
Pengolahan sampah mandiri adalah pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi sumber sampah seperti di rumah-rumah tangga. Masyarakat perdesaan yang umumnya memiliki ruang pekarangan lebih luas memiliki peluang yang cukup besar untuk melakukan pengolahan sampah secara mandiri. Model pengelolaan sampah mandiri akan memberikan manfaat lebih baik terhadap lingkungan serta dapat mengurangi beban TPA. Pemilahan sampah secara mandiri oleh masyarakat di Kota Denpasar  masih tergolong rendah yakni baru mencapai 20% (Nitikesari, 2005).
5 . Pengelolaan sampah berbasis masyarakat
1)    Berbagai masalah yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman kota yang ada di Desa Seminyak, Sanur Kauh dan Sanur  Kaja, dan Desa Temesi Gianyar, yaitu: masalah pengadaan lahan untuk lokasi devo, terbatasnya peralatan teknologi dan perawatannnya, terbatasnya dana untuk perekrutan tenaga kerja baru yang memadai, produksi kompos yang masih rendah, sulit dan terbatasnya pemasaran kompos sehingga secara ekonomi pengelola cendrung mengalami defisit.
2)    Model pengelolaan sampah pemukiman kota yang berbasis sosial kemasyarakatan dapat dilakukan secara adaptif dengan memperhatikan aspek karakteristik sosial dan budaya masyarakat, aspek ruang (lingkungan), volume, dan jenis sampah yang dihasilkan.
Pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat sebaiknya  dilakukan secara sinergis (terpadu) dari berbagai elemen (Desa, pemerintah, LSM, pengusaha/swasta, sekolah, dan komponen lain yang terkait)  dengan menjadikan komunitas lokal sebagai  objek dan subjek pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan lingkungan bersih, aman, sehat, asri, dan lestari
Undang-Undang tentang pengelolaan sampah telah menegaskan berbagai larangan seperti membuang sampah tidak pada tempat yang ditentukan dan disediakan, membakar sampah yang tidak sesaui dengan persyaratan teknis, serta melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di TPA. Penutupan TPA dengan pembuangan terbuka harus dihentikan dalam waktu 5 tahun setelah berlakunya UU No. 18 Tahun 2008. Dalam upaya pengembangan model pengelolaan sampah perkotaan  harus dapat melibatkan berbagai komponen pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, pengusaha, LSM, dan masyarakat. Komponen masyarakat perkotaan lebih banyak berasal dari pemukiman (Desa Pakraman dan Dinas), sedangkan di perdesaan umumnya masih sangat erat kaitannya dengan keberadaan kawasan persawahan dengan kelembagaan subak yang mesti dilibatkan. Pemilihan model sangat tergantung pada karakteristik perkotaan dan perdesaan serta karakteristik sampah yang ada di kawasan tersebut.
V. KESIMPULAN
Dengan diberlakukannya UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah maka diperlukan model pengelolaan sampah yang baik dan tepat untuk dikembangkan di perkotaan dan perdesaan  sehingga kualitas kesehatan, kualitas lingkungan dapat ditingkatkan serta sampah dapat menjadi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Model hendaknya melibatkan berbagai komponen pemangku kepentingan dan memperhatikan karakteristik sampah, karakteristik perkotaan atau perdesaan serta keberadaan  sosial-budaya masyarakat setempat.
VI.DAFTAR PUSTAKA
www.peutuah.com/penanggulangn-masalah-sampah-perkotaan-dan-pedesaan


           

Senin, 31 Oktober 2011

BAB I
1.1 PENDAHULUAN
      Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial didunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbaharukan. Selain itu, peningkatan harga minyak dunia hingga mencapai 130 U$ per barel juga menjadi alasan yang serius yang menimpa banyak negara di dunia terutama Indonesia.
Lonjakan harga minyak dunia akan memberikan dampak yang besar bagi pembangunan bangsa Indonesia. Konsumsi BBM yang mencapai 1,3 juta/barel tidak seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor. Menurut data ESDM (2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milliar barel. Apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah menerbitkan Peraturan presiden republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak.
Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion. Proses ini merupakan peluang besar untuk menghasilkan energi alternatif sehingga akan mengurangi dampak penggunaan bahan bakar fosil. Pada daerah pedesaan Kabupaten Temanggung masyarakat peternak terutama peternak sapi maupun kerbau belum bisa memanfatkan kotoran ternak sebagai sumber enerni alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak, sehingga kotoran ternak hanya dikumpulkan di kebun dan setelah menjadi kompos baru digunakan sebagai pupuk tanaman.

 1.2 LATAR BELAKANG
Lonjakan harga minyak dunia akan memberikan dampak yang besar bagi pembangunan bangsa Indonesia. Konsumsi BBM yang mencapai 1,3 juta/barel tidak seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor. Menurut data ESDM (2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milliar barel. Apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah menerbitkan Peraturan presiden republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak.

1.3 TUJUAN KEGIATAN
Tujuan dari program ini adalah untuk pemecahan masalah yang dihadapi oleh masyarakat terutama dalam penyediaan energi alternatif. Selain itu, peningkatan harga minyak tanah dan gas elpiji bagi masyarakat kecil sangat memberatkan. Dengan memanfaatkan limbah kotoran ternak sapi bisa dibuat biogas sebagai pengganti energi alternatif, guna mengolah kotoran sapi menjadi biogas tersebut diperlukan instalasi digester jenis reaktor kubah tetap (fixed-dome) yang mudah perawatan dan pembuatannya.

1.4 METODE KEGIATAN
Untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat peternak sapi dalam mengelola kotoran sebagai pasangan (mitra kerja) dalam program Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) menggunakan metode demonstrasi memberikan contoh kepada masyarakat peternak sapi dalam perencanaan sampai pembangunan dan pengoperasian digester jenis reaktor kubah tetap (fixed-dome)



1.5 STUDI PUSTAKA
Ana Nurhasanah, Teguh Wikan Widodo, Ahmad Asari, dan Elita Rahmarestia, 2007,”
Perkembangan
Digester Biogas di Indonesia (Studi Kasus di Jawa Barat dan Jawa Tengah)”, Balai Besar
Pengembangan Mekanisasi Pertanian
Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2004, ”Potensi energi terbaharukan di Indonesia”, Jakarta

Presiden Republik Indonesia, 2006, “Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional”, Jakarta

Instruksi Presiden, Instruksi Preiden No 1 tahun 2006 tertanggal 25 januari 2006 tentang
penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels), sebagai energi alternative,
Jakarta.

1.6 ISI MATERI
Biogas adalah suatu jenis gas yang bisa dibakar, yang diproduksi melalui proses fermentasi anaerobik bahan organik seperti kotoran ternak dan manusia, biomassa limbah pertanian atau campuran keduanya, didalam suatu ruang  pencerna (digester). Komposisi biogas yang dihasilkan dari fermentasi tersebut terbesar adalah gas Methan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2).  Gas methan (CH4) yang merupakan komponen utama biogas merupakan bahan bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi,.  Karena nilai kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat dipergunakan untuk keperluan sumber energi.  Sistim produksi biogas juga mempunyai beberapa keuntungan seperti: mengurangi pengaruh gas rumah kaca, mengurangi polusi bau yang tidak sedap, sebagai pupuk dan produksi energi.
·         Sistem Produksi Biogas
Sistem produksi biogas dibedakan menurut cara pengisian bahan bakunya, yaitu pengisian curah dan pengisian kontinyu



  • · Pengisian curah
Yang dimaksud dengan sistem pengisian curah (SPC) adalah cara pengantian bahan yang dilakukan dengan mengeluarkan sisa bahan yang sudah dicerna dari tangki pencerna setelah produksi biogas berhenti, dan selanjutnya dilakukan pengisian bahan baku yang baru. Sistem ini terdiri dari dua komponen,yaitu tangki pencerna dan tangki pengumpul gas. Untuk  memperoleh biogas yang banyak, sistem ini perlu dibuat dalam jumlah yang banyak agar kecukupan dan kontinyuitas hasil biogas tercapai.
  • · Pengisian kontinyu
Yang dimaksud dengan pengisian kontinyu (SPK) adalah bahwa pengisian bahan baku kedalam tangki pencerna dilakukan secara kontinyu (setiap hari) tiga hingga empat minggu sejak pengisian awal, tanpa harus mengelurkan bahan yang sudah dicerna. Bahan baku segar yang diisikan setiap  hari akan mendorong bahan isian yang sudah dicerna keluar dari tangki pencerna melalui pipa pengeluaran. Keluaran biasanya dimanfaatkan sebagai pupuk kompos bagi tanaman, sedang cairannya sebagai pupuk bagi pertumbuhan algae pada kolam ikan. Dengan SPK, gas bio dapat diproduksi setiap hari setelah tenggang 3 - 4 minggu sejak pengisian awal. Penambahan biogas ditunjukkan dengan semakin terdorongnya tangki penyimpan keatas (untuk tipe floating dome). Sedangkan untuk digester tipe fixed dome pernambahan biogas ditunjukkan oleh peningkatan tekanan pada manometer. Sampai pada tinggi tertentu yang dianggap cukup, biogas dapat dipakai seperlunya secara efisien.
  • ·         Teknologi Biogas
Teknologi biogas adalah proses penguraian limbah ternak oleh bakteri anaerob (bakteri Aceton dan Metan) dalam suatu tangki pencerna (digester). Dari proses tersebut dihasilkan gas bio dan pupuk slurry. Bahan bangunan yang dipakai adalah material setempat, yang sebagian besar terdiri dari pasangan batu kali, pasangan batu bata, serta beton.
Bangunan yang diperlukan dalam proses bio digester adalah:
1)      Bak pemasukan (inlet)
2)      Digester
3)      Bak pengeluaran
4)      Bak penampung slurry
5)      Bak pengencer slurry   
  • ·         Bak Pemasukan (inlet)
Bak yang berguna sebagai penampung kotoran dan air kencing ternak (sapi) sebelum dimasukkan di dalam digester. Bak pemasukan ini dilengkapi dengan penyaring agar sisa rumput atau benda lain yang tidak dikehendaki masuk ke dalam digester dapat tersaring dan dibersihkan.
  • ·         Digester
Digester adalah bangunan ruangan (tandon) sebagai tangki pencerna untuk memproses limbah organik misalnya kotoran sapi, air kencing dan air, sebagai tempat bakteri anaerob menguraikan limbah isian tersebut selama waktu tertentu. Dari proses fermentasi limbah tersebut akan menghasilkan gas bio, serta slurry (sisa keluaran setelah di proses sebagai pupuk organik) yang siap pakai dengan unsur hara yang tinggi.
Gas bio adalah campuran gas yang terdiri dari bermacam-macam gas, antara lain : CH4 (methana) sebagai unsur utama , CO2, dan gas-gas lainnya yang kandungannya sangat sedikit. Dari proses permentasi limbah tersebut akan mengeluarkan sisa yang bernama slurry dimana slurry mengandung unsur-unsur : N, P, K, Ca, Mg, yang sangat dibutuhkan sebagai pupuk bagi tanaman.
  • ·         Bak Pengeluaran
Bak Pelimpahan adalah bak sebagai tampungan limpahan slurry dari digester dan bila telah penuh menuju ke bak penampungan slurry.
  • ·         Bak Penampung Slurry
Bak ini berfungsi sebagai tempat menampung slurry luapan dari Bak Pengeluaran. Slurry di Bak Penampungan digunakan untuk menyaring/memisahkan slurry cair untuk dikeringkan sehingga ringan pengangkutannya, mudah dikemas dalam plastik untuk dijual. Dalam keadaan basah/ cair kandungan unsur haranya sangat tinggi. Penggunaan pupuk dalam keadaan basah/cair sangat dianjurkan sehingga tidak perlu melalui penyaring ini.
  • ·         Bak pengencer Slurry
Bak pengencer Slurry ini digunakan untuk menambah kandungan oksigen yaitu secara aerasi dan bisa diencerkan dengan tambahan air sehingga bisa dimanfaatkan untuk ternak lele.
  • ·         Proses Terjadinya Gas Bio dan Manfaatnya.
Kotoran sapi yang dicampur dengan air kencing/air dicampur dalam bak pemasukan (inlet) selanjutnya disebut manure, masuk ke digester.. Kandungan metan dalam biogas kurang lebih 60 % dan gas bio yang terbentuk. Gas metan (CH4) ini yang digunakan sebagai sumber energi untuk keperluan sehari-hari,. Produksi gas bio menurut Nurhasanah (2007) satu ekor sapi untuk suhu (23-32) °C antara (600-1.000) liter biogas/hari. Untuk 15 ekor sapi gas- bio yang dihasilkan 9000-15000 liter/hari. Sisa dari proses tersebut di atas keluarlah slurry cair yang merupakan pupuk organik yang mengandung unsur makro yang dibutuhkan tanaman..

                          
Kesimpulan
          Berdasarkan uraian dan hasil pelaksanaan program PPM selanjutnya dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut
1.      Dengan adanya bangunan digester lingkungan kandang menjadi lebih bersih dan bau serta lalat berkurang
2.      Bisa mengurangi pengeluaran anggaran untuk pembelian minyak tanah dan gas guna          keperluan memasak




TUGAS KELOMPOK ILMU ALAMIAH DASAR
PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF
NAMA KELOMPOK:
SAPITRI                                                         56211605
LATIFAH SETIANINGSIH                            58211542       
KELAS:                                                          1DFO1